pernah merasakan hal yang sama, tidak tahu kenapa ujug - ujug (atau bahasa indonesianya) tiba - tiba sudah beragama. mungkin saja sebagian orang tidak menyadari jika agamanya itu adalah agama orang tua bukan agamanya sendiri. maksudnya bukan agama dari kemantapan hati sendiri. lalu pertanyaan saya apakah semua ibadah yang saya lakukan itu bermakna padahal masih belum ada pengesahan secara pasti saya ini beragama apa. bisa jadi kan beragama kristen ,hindu, budha, atau islam atau bisa saja tidak beragama.
sebenarnya sangat sah - sah saja jika saya tidak mengikuti ajaran agama yang sama dari orang tua saya, karena berbicara agama berarti berbicara kemantapan hati. jika hati merasa tertekan dan terpaksa dengan ajaran agama tersebut percuma saja hanya keburukan yang akan kita dapatkan. bukan mendapatkan sesuatu yang berharga baik di dunia maupun di alam akhirat nanti.
hal tersebut menjadi polemik tersendiri bagi saya, saya ini beragama apa meskipun semua identitas yang ada pada diri saya mengatakan jika saya beragama islam. tidak tahulah yang pasti saya harus memantapkannya kepada satu agama yakni yang telah menjadi identitas saya yakni islam. karena islam itu Rahmatan Lil 'Alamin dan merupakan agama di akhir jaman yang paling lengkap dan tegas daripada semua agama. dan ada satu riwayat yang mengatakan
تمت الرحمة لمن آمن به في الدنيا والآخرة , ومن لم يؤمن به عوفي مما أصاب الأمم قبل
“Rahmat yang sempurna di dunia dan akhirat bagi orang-orang yang
beriman kepada Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang yang enggan
beriman, bentuk rahmat bagi mereka adalah dengan tidak ditimpa musibah
yang menimpa umat terdahulu.dan sebenarnya masih banyak lagi riwayat - riwayat lain dan surah - surah al-qur'an lain yang memantapkan hati untuk memeluk agama islam. dan itu semua berasal dari hanya ikut agama orang tua. dan berakhir dengan kemantapan hati untuk mengikuti jalan lurus yang telah disediakan untuk saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar